Selamat datang di cerita ane.. udah lama nggak nulis. Tangan udah kaku. Semoga suhu bisa terhibur. Cerita itu terinspirasi dari cerita dunia abnormal. Konsepnya ane ambil dan ane bumbui dengan ide sendiri. Mohon saran dan masukannya
Part 1 "Dunia baru"
Angin musim panas menghembus wajahku dari jendela bus sekolah. Aku duduk di sebelah kiri menatap rumah-rumah beraneka warna dan birunya langit tanpa sedikitpun tampak putihnya awan. Aku masih belum terlalu familiar dengan dunia ini. Aku masih tinggal di planet dan negara yang sama. Tetapi semua jauh berbeda.
Disini di negara ini semuanya amat teratur. Bersih dan semua masyarakatnya disiplin. Jalanan halus tanpa lubang, gedung-gedung berjajar rapi dan tidak merusak pemukiman, sungainya sangat jernih, dan yang paling kusuka transportasinya sangat nyaman.
Aku menghela nafas berat lalu melirik seisi bus sekolah. Semua duduk dengan rapi, sekali-kali aku melihat orang-orang saling bicara namun dengan suara samar seperti berbisik. Oh ya disini semua orang sangat menghargai privasi. Bahkan berbicara di tempat umum seperti di bus ini misalnya, dilakukan dengan suara lirih karena takut mengganggu orang lain. Wajah mereka datar seolah bukan orang indonesia yang terkenal murah senyum. Di negara ini senyum pada orang asing bukan hal lumrah. Hanya orang gila saja yang melakukannya. Semua orang hanya akan tersenyum pada orang terdekat, atau keluarga. Terdengar sangat aneh memang namun harus aku akui hal itu juga membuatku memandang senyuman tidak hanya sekedar ekspresi wajah. Tetapi juga sebagai tanda kepercayaan antar manusia.
Rumah-rumah punya teras yang luas. Dan bangku-bangku. Penduduk disini tidak pernah menyambut tamu di dalam rumah. Para tamu hanya dipersilahkan menunggu di luar. Rumah adalah privasi yang harus benar-benar dijaga. Hanya anggota keluarga atau orang-orang terpercaya saja yang boleh masuk. Selebihnya ? Silahkan menunggu diluar. Jika melanggar akan ada konsekuansi fatal bahkan bisa dibawa kepenjara.
Setidaknya selama tiga bulan ini, hal itu yang kutahu. Namaku Andi di dunia ini. Sebelumnya Leo dan aku mati di duniaku entah karena apa... ingatanku sama tapi sepertinya kecelakaan. Dan ketika sadar aku terbangun di dunia ini. Aku punya keluarga disini. Seorang adik dan dua orang ibu. Iya, aku punya dua orang ibu.
Laju bus semakin pelan. Aku bisa melihat halte nomor 3 berwarna hijau muda. Disini aku biasa turun. Ketika badan bus berhenti terdengar suara bel dengan nada khusus.
"Perhatian, anak-anak... kita sudah sampai di halte 3. Silahkan turun dengan tertib, periksa barang bawaan, hati-hati menuruni tangga bus dan jangan lupa tetap semangat" suara supir terdengar dari speaker. Aku segera berdiri dan mengantri untuk turun.
Bus pun melaju pergi. Rumahku tak jauh dari halte ini. Setelah berjalan seratus meter dari gerbang perumahan. Hanya tiga rumah disebelah kiri. Disana rumahku. Rumah disini berdekatan dengan halaman yang dihiasi rerumputan dan pohon mangga disetiap rumah.
Aku menekan bel pintu dan bersahut
"Assallamuallaikum bu"
"Wallaikumsalam" suara wanita terdengar dari balik pintu.
"Bentar ya.. maaf tadi ibu lagi nyuci"
"Iya"
Indikator lampu LED di atas handle pintu yang berwarna merah menyala hijau. Aku langsung membuka pintu. Iya di negara ini semua pintu serba otomatis dan dilengkapi lubang kecil untuk pemilik rumah bisa melihat keluar. Seperti pintu-pintu di kamar hotel. Hal ini lumrah disini.
Aku disambut dengan gorden berwarna merah bermotif batik. Aku menyibaknya dan tak lupa menutup pintu kembali. Iampu LED di handle pintu menyala merah.
Rumah ini penuh gorden. Di depan pintu masuk ada gorden. Antara ruang depan dan ruang tengah ada gorden, di pintu belakang juga ada gorden. Tak lupa di tiap jendela juga di gorden. Sekali lagi hal ini lumrah. Alasan privasi.
Aku masuk lalu menanggalkan sepatuku. Mamasukkannya ke rak sepatu lalu menanggalkan bajuku. Hingga hanya tersisa celana dalam saja. Aku meletakkan pakaianku di kamar lalu keluar lagi.
Di ruang tengah aku melihat ibu sedang menata piring. Wajahnya sangat ayu. Dengan rambut hitam panjang sebahu. Berkulit kecoklatan. Wajahnya sedikit bulat dengan sorot mata yang teduh. Tubuhnya berisi dengan dada yang cukup besar. Aku belum pernah mengukurnya tapi cukup untuk kugenggang dengan telapak tanganku.
Wanita yang kupanggil ibu itu bernama Kartika. Ia sama sepertiku sekarang. Hanya menggunakan celana dalam warna unggu. Hanya itu. Selain itu dilepas. Keluarga ini cukup aneh. Ketika diluar rumah pakaiannya tertutup. Ketika di dalam rumah nyaris bugil. Tapi seperti yang kukatakan sebelumnya hal ini lumrah.
Aku berjalan menghampiri ibu. Ia menoleh sambil menunjukkan senyumnya padaku. Aku tersenyum lalu menarik telapak tangannya. Aku menciumnya.
"Gimana sekolahnya sayang? Belajar apa hari ini"
"Biasa matematika,fisika, olahraga dan biologi"
Tanganku berpindah ke sepasang payudara kembarnya. Aku cium puting kanannya dengan lembut sembari menghisapnya perlahan. Tangan kanan ibu mengusap halus kepalaku. Sementara tangan kanannya mengusap bokongku.
"Kamu pasti capek. Ayo makan siang dulu"
Aku berpindah menciumi puting kirinya. "Tapi ibu suapin ya, andi capek"
Terdengar suara cekikikan kecil. "Kamu ini. Sudah gede masih disuapi. Padahal udah mau tamat SMA."
"Biarin, aku kan capek bu" jawabku sambil tetap menghisap payudara ranum ibu.
"Ya sudah sekarang kamu duduk deh.. biar ibu siapkan"
Aku duduk sambil menyaksikan aksi ibu menyiapkan makan siangku. Payudaranya bergoyang pelan kekiri dan ke kanan. Sesekali aku pandangi bokongnya yang seksi itu.
Setelah makanan siap di atas piring ibu mengangkatnya di tangan lalu memposisikan duduknya tepat di atasku. Kedua alat kelamin kami beradu dari balik kain celana dalam. Batangku tegak maksimal.
Hal ini biasa kulakukan dengan ibu. Sejak sebulan ini aku selalu meminta ibu untuk duduk di atas pahaku sambil menyuapiku. Tentu saja dari mulut ke mulut. Ibu akan mengunyah makanannya sampai sedikit halus lalu dari mulutnya ia akan menyuapiku. Terdengar cabul bukan. Tapi bagi kami ini lumrah.
"Pokoknya ibu nggak mau tahu. Kamu harus habiskan makanannya oke?"
"Oke bu" aku mengedipkan mataku diringi seringai mesum
Ibu mulai menyuap sesendok nasi bercampur daging ayam dan sayur di mulutnya. Ia mengunyahnya tiga kali lalu mendekatkannya ke mulutku. Segera aku menyambar bibir ibu. Kuhisap bibirnya yang tipis lalu ketika bibir kami sudah saling menekan. Aku membuka mulutku. Ibu menumpahkan makanan di mulutku. Segera kukunyah makanan itu lalu menelannya. Hal itu berlangsung berkali-kali. Bibir kami akan saling beradu dan pertukaran makan terjadi. Sesekali diiringi frence kiss.. dengan menghisap-hisap lidah ibuku disela-sela makan.
Setelah makanan habis ibu mengambil segelas air lalu meminumnya. Segera aku menyerobot bibirnya. Lalu bibir ibu terbukaa megucurkan air minum dari mulutnya. Aku membuka lebar mulutku. Memastikan semua air itu masuk ke mulutku.
"Anak ibu pintar makannanya habis"
"Iya dong. Andi gitu" jawabku seolah membanggakan diri. Tak lupa kutarik pelan kedua puting ibu. Ibu mendesah pelan lalu menjewer kupingku.
"Sudah ah ibu mau beres-beres dulu"
Ia beranjak dari posisi duduknya. Aku pun meloloskan celana dalamku. Sekarang aku polos tanpa sehelai benang.
"Udah kamu tidur dulu. Capek kan? Dan itu kolornya kamu taro di mesin cuci!"
Aku berdiri lalu mendekap ibu dari belakang yang sedang membawa piring dan gelas. Aku menciumi tengkuknya. Sambil menekan batangku ke sela selangkangannya.
"Ihh mulai deh kamu" ibu terdengar risih. Tapi tak kuhiraukan. Aku mendekapnya terus sampai ibu berada di wastafel.
"Udah nak, ibu susah beres-beresnya kalau gini."
"Ibu antarin andi ke kamar ya, sambil main kuda-kuda an. Mau ya bu?"
Ibu terdiam terdengar desah nafas. Kemudian ibu menoleh menghadapku.
"Ya udah. Tapi lepasin ibu dulu. Ibu gerah."
Aku melepas dekapanku. Lalu ibu melepas celana dalamnya yang basah. Manaruhnya ke mesin cuci. Ibu lalu berjalan membelakangiku lalu memposisikan dirinya dalam posisi merangkak. Ia melebarkan pahanya sehingga aku bisa melihat jelas belahan vaginanya dengan bulu jembut yang tumbuh halus menghiasi bibir memek hingga ke lubang pantat.
Aku segera duduk bersimpu sambil memposisikan juniorku tepat di liang peranakan ibu. Kerena sudah basah dengan mudah aku memasukkan batangku. Ibu mendesah setiap kali kupompa batangku ke liang vaginanya. Kemudia ibu perlahan mulai merangkak.
Aku juga berjalan pelan dengan bertumpu pada dengkulku.
"Ahhh... enak memek ibu... aahhh..."
Aku mulai meracau.
"Dorong terusss dorong yang kuat kontolnyaa... aaahhhh enak bangettt... ayo yang kenceng nak!"
Kata-kata ibu semakin membakar birahiku. Aku semakin mempercepat laju batangku. Desahan ibu juga semakin keras. Perlahan kami berjalan melalui ruang tengah menuju kamar tidurku di lantai dua. Perjalan yang pelan namun nikmat. Ibu semakin meracau tak jelas begitu kami menaiki anak tangga.
Sesampainya kami di kamar aku segera berdiri. Batangku terlepas dari liang vagina ibu. Ibu memutar badannya lalu duduk bersimpu. Mulutnya terbuka dengan lidah menjulur. Kedua tangannya menopang dagunya dengan posisi menengadah.
Aku yang tak tahan segera menyemprotkan air maniku. "Aahhh..." aku mengerang lalu ambruk di kasur. Ibu berdiri lalu mengusap wajahnya. Menjilat sisa-sisa mani di wajahnya.
Mataku berat. Aku ingin tidur. Aku merasa tangan ibu menarik tubuhku. Memposisikan badanku sesuai posisi kasur.
Aku merasakan kecupan di keningku. Lalu merayap ke bibirku. Kemudian aku merasakan hisapan di batangku. Aku rasa ibu membersihkan sisa-sisa mani di batangku. Kemudian ibu melangkah ke pintu kamar.
"Istirahat yang cukup ya..."
Suara itu menghilang bersama dengan tertutupnya pintu. Mataku berat. Kemudian terlelap.