Agen Terpercaya
 
 
 
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT TUKANG COPAS MERAJALELA - PANAH ASMARA ~ Khalilah Humairah [CLOSE THREAD]

Status
Please reply by conversation.

PoliGemek77

Semprot Addict
Thread Starter
Daftar
3 Aug 2016
Post
475
Like diterima
21.314
Bimabet
Sejenak mari kita lupakan kisah Putri Asyifa dan Doni Darmawan.

Lebih baik, biarkan mereka hidup berbahagia...

Mari kita membuka lembaran baru.


Well! Here We Go Again...
Welcome to...
PoliGemek77 Stories.



MEBK8C4_t.jpg



Disclaimer :


1. Bukan bacaan yang cocok buat para "COLI MAN"

2. Update sehari sekali "Minimal" - Pun jika tak ada halangan.

3. Tak ada kata "RAWAN MACET" karena versi e-Booknya sudah rampung dan bahkan sudah proses terjual beberapa bulan yang lalu.

4. Tidak menerima PM meminta "Cara mendapatkan e-Book", karena biarkan yang di sini, di sini saja. yang di sana, tetap di sana.

5. Jika saya temukan ada yang menuduh cerita ini COPAS ataupun PLAGIAT, maka auto "Delete" - pun, jika di biarkan oleh pihak Forum, member sialan itu.

6. Menerima saran dan kritik - mengenai tulisan seperti tanda baca, Typo dan lain sebagainya, namun tidak akan menerima perubahan alur. karena sekali lagi, cerita ini sudah selesai.

7. Cerita ini sedikit campuran - antara Kejadian yang biasa kalian temukan di sekitar, dengan polesan 'Fantasy' untuk penguat cerita, pun hanya sedikit saja.



===================================


For Index :

CHAPTER 1 - Hujan 'Sialan' = Hal 1
CHAPTER 2 - Semua Karena Amelia = Hal 5
CHAPTER 3 - Gadis Bernama Ira = Hal 9
CHAPTER 4 - Kekasih Semalam = Hal 14
CHAPTER 5 - Aku Pasti Melakukannya = Hal 17
CHAPTER 6 - Maafkan Aku Ira = Hal 19
CHAPTER 7 - Manjamu Melemahkanku = Hal 21
CHAPTER 8 - Kenyataan Yang Menghancurkan = Hal 25
CHAPTER 9 - Terlambat Sudah? = Hal 30
CHAPTER 10 - Sebentuk Sumpah = Hal 33
CHAPTER 11 - Kalah Sebelum Perang = Hal 39
CHAPTER 12 - Maafkan Aku Khalilah = Hal 41
CHAPTER 13 - Akhirnya Terjadi Juga = Hal 45
CHAPTER 14 - Selamat Tinggal Kenangan = Hal 48
CHAPTER 15 - Belum Siap Kehilangan = Hal 52
CHAPTER 16 - Menghilang Semuanya = Hal 56
CHAPTER 17 - Titipan Berharga = Hal 60
CHAPTER 18 - Khalilah, Istriku = Hal 65
 
Terakhir diubah:

PoliGemek77

Semprot Addict
Thread Starter
Daftar
3 Aug 2016
Post
475
Like diterima
21.314
CHAPTER 1
HUJAN 'SIALAN'



Hujan…

Hujan bagi sebagian orang adalah berkah, keberuntungan dan lain sebagainya. Apalagi ketika hujan menerpa daerah yang di landa kekeringan, adalah sebuah kejadian yang sangatlah langka, maka masyarakat di daerah tersebut ‘mungkin’ saja akan memposisikan hujan selayaknya tuhan yang akan mereka sembah, yang akan mereka agung-agungkan.

Tapi, tidak denganku. Ketika turun hujan, ketika itu kebencianku atas hujan akan muncul kembali. Akan membawaku pada kenangan masa-laluku yang amat sangatlah sulit ku hilangkan dari ingatan.

Tentulah kalian akan bertanya-tanya mengapa dan kenapa aku sangat membenci hujan, bukan? Maka kan ku jawab dengan rasa sesak di dada.

Ya, karena hujanlah yang merenggut orang yang sangat aku cintai. Yang telah merenggut seorang gadis yang telah bersamaku sejak kecil, adalah Amelia Kirana, tetanggaku waktu tinggal di Jakarta, anak dari teman papa waktu masih aktif bekerja, gadis yang berhasil mengurung rasa cintaku, membuatku tak pernah sama sekali berpaling darinya sejak aku mengenal yang namanya ‘Asmara’. Serta satu lagi, membuatku sukses memangku title ‘Jomblo’ sejati.

Sialan…

Andai saja…

Ini semua gara-garamu Mel. Lo, pergi begitu sajaaaaaa, Mel… Baaaangsatttt!

Perih kan?

Sakit kan?

Yes of course, apapun bentuk ‘Rasa’ yang masuk dalam kategory penderitaan karena cinta, seperti itulah yang kini ku rasakan.

Andai kak Jeffry tak mengenalkanku kepada kakak iparnya, andai aku tak ada jadwal bertemu dengan mereka di sini, karena bertepatan dengan pernikahan adik iparnya juga, sekaligus baru saja ku terima bayaran dari novelku yang berhasil di film kan, serta berhasil terjual berjuta-juta e-Book dari Platform ciptaanku yang khusus menjual seluruh karyaku disana dalam bentuk e-Book, dan andai tak adanya ajakan sekedar bertemu dengan para reader (Dalam bahasa dagang, sebagai Konsumen loyal) novelku itu yang sudah membuat satu militan - lebih ke pemaksaan - maka, aku amat sangat tak ingin datang ke kota ini.

Kota yang nyaris semua masyarakat yang tinggal di luar kota ini, akan menjadikan kota tersebut tujuan liburan mereka. Kota yang terkenal dengan berjuta-juta keindahan, berjuta pesona di dalamnya, namun tidak bagiku.

Aku benci, amat sangat benci dengan kota tersebut…

Bandung.

Kota Bandung, kota yang menjadi penutup usia Amelia-ku.











Hari ini….

Tepat 5 tahun kepergiannya.

Pukul 14:15, ku duduk di sebuah Starbuck cafe di salah satu Mall.

Memandang jauh ke depan sana, lalu lalang mobil yang keluar masuk, tak menghilangkan perasaan yang berkecamuk dalam hatiku ini. Sekali lagi, seharusnya aku tak akan pernah dan sudi untuk datang ke kota ini.

Untung saja acara temu dengan para reader telah usai, di bantu oleh assistenku, tapi bukan perempuan, karena aku sengaja mencari seorang assisten pria agar aku tak terganggu dengan masalah ‘Asmara’. Aku membenci yang namanya Asmara.

Namun…

Andai dan andai, tidak terjadi yang ku ceritakan di awal tadi, aku sungguh tak akan sudi ke sini lagi.

“Enda… lo melamun lagi ya?” satu seruan terdengar. Yah, dia adalah Anto, sahabatku, yang kini menjadi Assistenku. Yang kini menemaniku kesana kemari ketika aku meninggalkan Denpasar. Rumah dan kota tempatku tinggal saat ini.

Apakah kalian menganggapku ‘GAY’? mungkin saja aku sudah seperti itu, ‘kelihatannya’.

Apakah kalian menganggap aku tak tertarik dengan seorang wanita?

Lebih tepatnya…

Hmm…

Nanti akan kalian ketahui seiring berjalannya cerita ini. Dan ini, hanya di ketahui oleh Anto. Jangan kalian pikir dia Gay, atau sejenisnya, dia sudah beristri kawan. Sudah memiliki anak 1.

“Lo keinget dia lagi? Sudahlah bro… bukannya lo dah janji, lo bakal ngelupain semua ini? Bukannya juga kita udah sepakati, nanti jika semua kegiatan kita di sini sudah selesai, lo bakal nyoba nyari satu cewek buat lo trial, kan? Untuk ehem… maaf, kalo gue udah nyinggung itu lagi.”

Aku hanya menggelengkan kepala. Nyatanya, itu sulit kawan. Bagaimana mungkin aku melupakannya? Bagaimana mungkin, aku menggantinya dengan wanita lain, tanpa meminta izin kepadanya?

Apakah keputusanku kembali ke kota ini, adalah keputusan yang sudah benar?

Bagaimana jika setelah dari kota ini, aku malah mempunyai keputusan lain?

Ahhhh…

Aku sendiri tak dapat menjawab pertanyaan itu.


“Bro… tuh mereka sudah datang…” ujar Anto lagi.

Aku pun mengalihkan pandanganku ke arah yang di maksud.

Sepasang suami istri, beserta abangku satu-satunya, karena aku hanya dua bersaudara, bersama kakak iparku, istri abangku dan anaknya si Abi. Berjalan mendekat ke tempatku saat ini.

“Assalamualaikum, Aditya” begitu sapa pria yang berperawakan seperti ‘Sugar Daddy’. Kenapa aku bilang seperti itu? Karena penampilannya yang necis, rambutnya yang di sisir ke atas, nyaris imbang antara putih dan hitam, berkacamata, tinggi, apalagi ya? Duitnya gak ada serinya, yang seharusnya bisa menjadi idola para ciwi-ciwi trendy untuk dapat mengajaknya tidur bareng. Namun itu semua tak akan kalian temukan di dalam diri pria ini. Karena dia, adalah orang yang beriman.

Gak percaya?

Kalian lihat aja bininya, bercadar bro… haha! Kontras banget dengan penampilan lakinya. Salah satu jenis perempuan yang tak pernah sama sekali ingin ku hadirkan dalam karya-karya tulisku selama ini. Namun nyatanya, begitu abangku memintaku untuk di buatkan novel mengambil contoh, jalan hidup ‘mereka’ berdua, aku sendiri amat sangat sulit move on, masih sering terngiang-ngiang bagaimana perjuangan mereka, apalagi para reader setiaku. Pun, dari hasil novel yang ku buat karena mengambil inspirasi dari mereka berdua, isi tabunganku membludak. Haha!

“Wa’alaikumsalam, Pak Doni” Yes. Dia adalah Doni Darmawan, salah satu pengusaha yang namanya lagi naik daun.

Aku dan beliau saling bersalaman, sedangkan ke istrinya? Ya kalian pahamlah, bagaimana cara bersapa dengan wanita ‘Sejenis’ nya. Setelah itu, giliran aku menyalim tangan kak Jeffry dan kak Dinda, lalu di susul oleh anak-anak mereka.

Dan yah, kami mengobrol ringan beberapa puluh menit, hingga pada akhirnya mereka berpamitan untuk ke rumah mereka yang ada di Bandung sini. Rumah yang akan menjadi tempat resepsi sore hari - besok, pernikahan adik bungsu Pak Doni bersama seorang dokter ahli bedah. Sama-sama dokter sih.

Sudahlah…

Aku tak ingin bercerita lebih banyak tentang mereka. Jika kalian penasaran bagaimana cerita mereka? Silahkan kalian baca karyaku yang berjudul “Putri Asyifa - Cinta Sejatiku Tanpa Syarat”.

Mereka, khususnya abangku sebelum berpisah, sempat menawarkan agar aku menginap di rumah keluarga mereka tersebut yang ada di jalan Sersan Bajuri mengarah ke lembang sana, kalo gak salah. Cuma aku menolak dengan penuh hormat, karena aku bukanlah bagian dari keluarga mereka. Aku hanya keluarga jauh, amat sangat jauh, hanya adik kakak doang dengan kak Jeffry. Pun, aku beralasan, aku juga masih ada kegiatan temu janji dengan beberapa fans militanku. “Alasan” doank, padahal aslinya, malas untuk bergabung dengan keramaian.

Sampai sejauh ini, aku belum memperkenalkan diri, ya?

Baiklah. Aku - Aditya Mahendra. Kadang ada yang manggil Adit, kadang juga ada yang memanggilku Enda. Terserah kalian, senyamannya saja. Desember nanti, aku berumur 32 tahun. Umur yang seharusnya sudah memikirkan sebuah pernikahan, namun nyatanya aku masih sulit move on dari kenangan masa laluku bersama Amelia sialan, yang pergi begitu saja, main tewas aja tanpa ngajak-ngajak. Sialan bener.

Kerjaanku, hanya sebagai penulis novel yang ku jalani sejak lama. Pun, kini aktif juga di youtube sebagai youtuber dengan jumlah subscriber baru puluhan ribu, cuma hasil adsense nya hmm, alhamdulillah, bisa bayarin cicilan perbulannya ‘Ducati Monster’ ku di Denpasar.

Dan…

Mari kita memulai kisahku ini, yang sejujurnya aku juga bingung mau bercerita apa. Mau menceritakan kisah masa lalu ku saja? Ataukah? Kisah yang belum sama sekali ku ketahui, kisah ke depannya, akan apa yang terjadi dalam hidupku.



-----ooOOoo-----



Hujan telah berhenti…

“Nda… lo katanya mau ngunjungi makam si Amel, biar besok kita fokusnya ke hal yang lain” ujar Anto mengingatkan atas rencana hari ini.

Setelah berperang dengan pikiranku sendiri, akhirnya aku pun mengangguk.

Aku harus mengunjunginya.

Setidaknya untuk meminta izin kepadanya, bahwa… aku… Aditya Mahendra, sahabatnya, akan melupakannya mulai hari ini.











Di TPU yang entah daerah mana karena aku juga tidak begitu paham kota ini, ku langkahkan kakiku menuju ke tempat terakhir Amelia beristirahat.

Sengaja tak ku ikutkan Anto bersamaku, pun sengaja tak memakai mobil yang ku rental sejak pertama kesini. Jadi ku tinggalkan Anto bersama mobil di hotel. Katanya dia juga lebih baik tidur saja, karena nanti malam ada acara ‘Mapaccing’ gitu, yang sejujurnya malas untuk ku hadiri. Namun sebagai bentuk penghoramatan ke abangku, maka mau gak mau aku harus hadir. Oh ya, malam mapaccing itu, di kenal sebagai adat orang Sulawesi Selatan, karena kebetulan pengantin perempuannya, asal dari sana. Yang masih penasaran mengenai itu, silahkan googling sendiri, karena aku malas mendetailkannya.

Aku sengaja pergi sendirian, memakai jasa taksi online biar gak ribet nantinya.

Aku menyuruh si supir taksi online untuk menunggu, karena setelah dari tempat ini, aku akan langsung balik ke hotel saja. Pun, kalo dia memang berminat untuk penawaranku tanpa applikasi dengan jumlah yang sama di saat pergi. Bahkan ku niatkan akan menambahkannya nanti.

Jadi ku tinggalkan saja taksinya di depan, kalo ia beneran pergi, tinggal pesan ulang melalui applikasi. Gak ribet kan?

So… Dengan perasaan tak menentu, ku langkahkan kakiku secara perlahan menyusuri tempat ini. Letak kuburan Amelia tak begitu jauh, begitu akan tiba, ku hentikan langkahku di saat melihat - jika aku tak datang sendiri hari ini untuk berziarah di kuburan Amelia, melainkan ada sesosok wanita… hmm, melihat penampilannya lebih tepatnya di katakan seorang gadis. Gadis berkerudung. Masih membelakangiku. Tapi ntahlah, dia beneran gadis, atau ibu-ibu? Karena kan ia masih membelakangi, terus cara berbusananya juga yah, seperti wanita berhijab pada umumnya.

Maka aku memutuskan untuk menunggunya saja…

Kehadiranku sepertinya tak di sadari olehnya.

“Kak Amel… hiks… hiks… siapa dia kak? Siapa yang sudah membuat jantung ini selalu sakit, selalu berdetak perih… siapa kak?”

Loh…

Aku sempat mengernyit, mendengar perempuan itu berbicara sendiri. Bukan cuma berbicara, tapi dia lagi mewek.

“Lima tahun kak… Khalilah gak ngerti, kesedihan Khalilah di sebabkan karena apa? Sakit kak… sakit karena tak mengetahui alasan dari kesedihanku ini…”

“Aku sudah bertanya kesana kemari, ke semua teman kakak… bahkan ke om Ridwan sekalipun, semua yang di sebutkan oleh mereka, tetap tak dapat menyembuhkan rasa sakit ini kak… hiks… hiks siapa dia kak? Siapa yang selama ini telah membuatku sesakit ini? Hiks… hiks… Ya Allah, siang malam aku selalu saja menangis tiba-tiba tanpa sebab… tau begini, aku tak akan menerima pemberian kakak… tak akan menerima apa yang di titipkan kakak kepadaku. Hiks… hiks”



SRKK!!! SRKKK!



Sialan!

Itu suara kakiku yang tiba-tiba saja menginjak sesuatu, ahhh ternyata kaki sialan ini menginjak botol air mineral bekas, hingga membuat perempuan itu terkejut, dan dari gelagatnya sepertinya tangannya baru saja menyeka air matanya. Mungkin dia malu, ketahuan menangis di kuburan siang bolong kayak gini.

Dan… Begitu dia menoleh dan mengarahkan wajahnya ke arahku.

Anjay…

Woi… sudah cukup sekali saja aku memasukkan karakter wanita ‘sejenis’ istri Pak Doni dalam karya tulisku. Kenapa harus ada lagi sih?



“Yah kali Hen… hidup lo bakal seperti hidup, Doni”



Baangkeee… ini kenapa pula ada karakter om mono di ceritaku sendiri? FUCK!

Ya, perempuan ini, menutup sebagian wajahnya dengan kain cadar. Sue… padahal telah ku hindari untuk memasukkan karakter wanita bercadar dalam ceritaku ini, eh ini malah nongol. Ataukah perempuan ini, just cameo?

Hmm, sepertinya.

Aku langsung mencoba senyum, semoga dia dapat membaca dari senyumku, jika aku tak permasalahkan melihatnya menangis. Karena aku, juga memang tak begitu jelas melihat matanya, karena ia memakai kaca mata. Juga tentunya aku tak akan berlama-lama di sini.

Satu yang harus kalian pahami, jauhkan pikiran anda - mengenai kejadian yang sama seperti kejadian Pak Doni, yang hanya melihat dari mata, maka mencintai pun tercipta. Aku tak seperti itu. Jangankan yang tertutup, yang terbuka saja sulit membuka kunci penjara cintaku kepada gadis yang sudah tertidur dan menjadi tulang belulang di bawah kuburannya itu.

Detik berikutnya, aku mengira dia sudah berhenti mewek. Hmm, memang berhenti sih, apalagi di saat ia menyadari kehadiranku di dekatnya. Namun, kejadian berikutnya.

Dia membalikkan badan, bukan sekedar menoleh.

Dia menatapku…

Menatapku dalam diam…

Tangannya bergerak memegang dadanya sendiri.

Bukan dada itu woi. Dasar pembaca mesum. Dada bagian kirinya, lebih tepatnya bagian jantungnya kali ya?

Dia…

Menangis… bukan sekedar menangis, dia menangis seperti sedang mendapatkan sebuah kebahagiaan, mendapatkan jawaban dari apa yang telah ia cari selama ini.

Wait?

Bukan berarti aku orang yang dia maksud di ceritanya tadi, kan? Bukan orang yang sedang ia bahas bersama batu nisan milik Amelia. Karena seingatku, dan aku juga gak pernah mengalami amnesia… perempuan ini tidak pernah aku temui, apalagi mengenalnya. Jadi fix… itu bukan aku.

Lalu gadis itu menoleh sedikit saja ke kuburan Amelia…

Lalu berucap “Kak… hiks… hiks… apakah dia orangnya?” Degh!!!

Nah loh?









Cara dia menatapku…

Cara dia membuka kacamatanya, membiarkan matanya menitihkan air mata…

Bikin aku…

Bergidik…

Ini bukan hantu kan? Di siang bolong, lalu di tengah kuburan kayak gini, tiba-tiba bertemu makhluk astral, yang berbicara sendiri, dan mengatakan kalo aku adalah dia, dia yang selama ini ia cari, kepada makam Amelia.

Namun itu hanya pikiranku saja, aku tak mungkin mengatakan kepadanya, atau bertanya apakah dia hantu atau manusia. Yang jelas, yang ku lakukan sekarang ini cuma tersenyum…

Tersenyum mencoba untuk bersikap biasa saja.

Dia melangkah, semakin membuatku merasakan aura yang tak mengenakkan. Tapi… tunggu! Diakan hijabers, bercadar pula, mana mungkin dia setan. Ahhh, ku tepis pikiran aneh-anehku, mungkin akunya saja yang terlalu parno, karena mengingat tempat kami berada ini adalah tempat yang sangat pas untuk parno.

Saat ia berjalan, tatapannya tak lepas dariku. Ia mengenakan kembali kaca matanya.

Begitu ia telah berdiri semeter dariku, saat itu aku mengernyit. Pikiranku semakin bertanya-tanya, kenapa dia bersikap seolah-olah dia baru mendapatkanku, baru menemukanku, seseorang yang di carinya selama ini.

“Ka…. kakak siapa?” Degh!

Ini, kenapa dia malah bertanya kayak gitu. Seharusnya pertanyaan itu, keluar dari mulutku. Tapi, sudahlah, aku juga gak permasalahkan hal itu.

“Kamu siapa?” sialan ini mulut, malah balik bertanya.

“Aku… Khalilah kak,”

Nama yang bagus.

“Kalo boleh tahu, kakak siapa?” tanyanya, sekalian mengingatkanku kepada maksudnya mendekatiku, mungkin.

“Me?” ku tunjuk wajahku dengan jari telunjuk.

Dia mengangguk.

“Adit atau Enda… whateverlah, mau make yang mana.” garing amat candaanku, biarkan saja, toh dia bukan siapa-siapa juga.

“Kak Adit.”

“Yes… mau manggil Adit mau manggil Enda, juga gak masalah” ku ulurkan tanganku mengajaknya bersalaman, namun detik kemudian aku malah jadi keki sendiri.

Perempuan itu, Khalilah malah mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dadanya seraya mengangguk kepala sedikit. Ah iya, aku lupa… padahal aku juga tahu bagaimana sikap istri Pak Doni ketika ingin bersalaman.

“Kakak mau bertemu dengan kak Amel?”

“Ya… seperti yang kamu lihat, saya hanya menunggumu saja selesai, baru giliranku.” balasku ringan.

“Ohhh…”

“Kamu sudah mau pulang?” tanyaku kembali.

“Belum kak” balasnya sambil menggelengkan kepalanya singkat.

“Loh… lalu?”

“Menunggu kakak”

“Nah loh, for what kamu menunggu saya?”

“Gak tau kak… Khalilah juga bingung, mengapa harus bisa menunggu kakak”

Dasar cewek ababil. Tapi itu hanya ku utarakan dalam hati saja, jangan sampai perempuan ini malah tersinggung, lalu keluar taring dan tanduknya, lalu, menerkamku. Oke skip, itu hanya terjadi di imaginasi liarku yang di liputi dengan sesuatu yang horor-horor. Padahal, ini bukan cerita horor, kan?

“Kamu bingung? Bagaimana dengan saya ya?” akhirnya, hanya kalimat itu saja yang keluar dari mulutku.

Apakah dia tersenyum? Karena aku juga hanya menebak-nebak dari sisi kedua mata berkacamatanya itu yang tiba-tiba bereaksi mengerut.

“Kakak tidak keberatan?”

“Hmm… perlu saya jawab?”

Dia mengangguk.

“Keberatan…” betapa terkutuknya mulut ini, telah mengatakan hal demikian. Padahal aku masih punya banyak waktu untuk mengajaknya mengobrol, setidaknya aku akan mendapat jawaban mengenai kejadian ‘Semua ini’.

Dia…

Tidak…

Marah…

What the…

“Ya sudah kak… Kalo begitu Khalilah pamit… Assalamualaikum, wr.. wb”

Sedetik. Dua detik, aku masih berdiri kaku tak dapat menggerakkan tubuhku ini. Bahkan mengeluarkan sepatah katapun untuk menyuruhnya tetap tinggal, pun sulit ku lakukan. Apakah aku terlalu kasar kepadanya tadi? Apakah aku terlalu angkuh, untuk menolak keinginannya menungguku hingga usai melihat makam Amelia?

Dan begitu sosok perempuan berkerudung itu telah pergi, maka aku pun akhirnya berhasil menguasai diriku dari perasaanku yang gak enak beberapa detik lamanya.

“Tunggu…” panggilku.

Dia tak menoleh, tak menghentikan langkahnya, pun tetap berjalan menjauh hingga sosoknya menghilang di balik rerimbunan pohon di sana.

Errrrr! Apa dia benaran hantu, ya? Aku membatin.

Ah bodo amat. Lagian bukan urusanku. Pikirku sesaat. Kemudian aku melanjutkan niatku yang memang ingin mengunjungi makam Amelia.

“Hai… Setan kecil” ujarku ketika berdiri menatap makam Amelia.

“Lo dah makan di bawah sono?” tanyaku, karena aku terbiasa ngomong cuek dan slengean kayak gini kalo sama dia. Dan aku pun mulai berbicara sendiri, berbicara mengenai apa yang selama ini terjadi. Selama 5 tahun hidup yang ku jalani tanpanya. Hidup yang benar-benar penuh dengan derita, penuh dengan kesakitan.

“Mel… saya kesini, cuma ingin izin mau nikah… meski belum nemu sih ceweknya, tapi setidaknya, sebelum saya mutusin nyari ceweknya, semoga kamu mengizinkan saya nikah, awas jangan marah, jangan sedih, toh… kamu juga gak pernah sayang dan cinta ke Enda, iya kan? Kamu mah, sukanya ama cowok yang putih-putih kayak kapas, kayak boyband yang geje. Sedangkan saya? Ahhh! Hanya seorang pria yang jauh dari kata ganteng. Saya… hanya seorang pria yang biasa saja, banyak orang bilang manis, kulit coklat… tapi, kamu sendiri yang selalu menyebut saya Cowok Jelek.”

“Itu saja sih Mel… gak ada tujuan lain saya kesini, karena saya sejujurnya tak akan mau dan pernah kesini seharusnya… cuma, gak tau kenapa, ada sesuatu yang mengganjal dan menuntun saya agar datang ke kota ini…”

Begitulah obrolanku sendirian… karena kenapa? Yah karena hanya aku sendiri yang berbicara di depan makam Amelia.

Setelah itu, aku pun berpamitan dan telah memutuskan tak akan pernah menginjakkan kaki ke tempat ini lagi. Sakit kawan! Apalagi, aku masih sangat penasaran apa yang selama ini Amel pikirkan tentangku. Apakah dia juga mempunyai rasa terhadapku, ataukah memang only sahabat saja?





Saat tiba di taksi yang sedang menungguku, tiba-tiba saja pak supir yang sedang duduk santai di jok depan, mengatakan sesuatu kepadaku.

“Pak… ada gadis ‘Ninja’ menitipkan ini untuk di berikan ke bapak” Ninja? Ada-ada aja lo, tong.

Sepertinya ‘Ninja’ yang di maksudnya, adalah perempuan tadi. Karena ia bercadar. Aku menerima pemberian pak supir. Secarik kertas.

Jangan bilang ini surat seperti… ah sudahlah.

Maka aku pun membuka kertas itu.

Sebuah tulisan memakai pena, yang sepertinya di tulis secara terburu-buru.



“Assalamualaikum, kak Adit… mungkin kakak tidak akan pernah percaya dengan yang Khalilah tuliskan di kertas ini.”

“Khalilah pada akhirnya menemukan kakak. Pada akhirnya, kesedihan yang selama 5 tahun ini tak Khalilah ketahui, mendapatkan jawaban, mendapatkan kepastian.”

“Alhamdulillah, akhirnya bertemu dengan kakak tadi, sedikit mengobati kesedihan Khalilah. Terima kasih kak… terima kasih atas cinta kakak yang telah di titipkan kak Amel untuk Khalilah. Terima kasih, cinta yang tulus dari kakak, hingga masih hidup hingga sekarang ini.”

“Khalilah bisa tenang sekarang…”

“Setidaknya, perasaan yang datang menghampiri Khalilah secara tiba-tiba ini, telah mempunyai arah dan tujuan.”

“Aku… Khalilah…”

“Akan selamanya melanjutkan cinta ini, selamanya… hanya untuk kak Adit…”

“Sekali lagi, maafkan Khalilah kak sudah membuat kakak kesal tadi.”



“Wassalam… Khalilah Humairah”



DEGH!!!

Apa-apaan ini?

“Pak… kemana gadis itu?”

“Tadi sudah pergi naik motor…”

“Ayo pak… kejar dia. Semoga dia masih belum jauh.”

“Baik Pak…”

Aku tak tahu…

Apakah keputusanku mengejarnya, adalah keputusan yang benar. Namun setelah membaca surat titipan dari nya, entah mengapa aku merasakan perasaan yang sama seperti saat aku bersama Amelia? Dan satu lagi, apa maksud dari semua isi suratnya itu?

ARGHHHHH!!!

Aku paling benci, kalo sudah sepenasaran ini terhadap sesuatu.



BERSAMBUNG CHAPTER 2
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Top
We are now part of LS Media Ltd